Bismillah 
Lanjutan
Sejarah Pergerakan Islam di Indonesia
2. Usaha-usaha Sekularisasi Menjauhkan Sejarah dari Konsep Islami
Seorang muslim menulis sejarah harus
sesuai ideologinya. Masalah ideology berkaitan dengan keyakinan dan cara
pandang. Orang barat sudah terlanjur sekuler. Segala sesuatunya perlu dicari
kebenaran secara ilmiah. Kalau tidak ada pembuktian kebenarannya mereka (kaum
sekuler) tidak akan meyakininya dan tidak membenarkannya. 
Sebagai seorang muslim untuk percaya
dan meyakini Al-Qur’an tidak perlu bukti ilmiah. Banyak hal-hal yang tidak bisa
diterima oleh akal dalam memahami agama Islam. Karena umat Islam diwajibkan
mempercayai adanya makhluk ghaib. Realitas sesungguhnya adalah realitas fisik.
Orang sekuler tidak mempercayai hal-hal non fisik.  Berkaitan dengan asal muasal manusia
diciptakan ke dunia. Terdapat beberapa teori dan perbedaan. Salah satunya kalau
kaum sekuler meyakini bahwa nenek moyang manusia bermula dari manusia purba phytecanthropus erectus. Sebagai
buktinya ada fosil tengkorak yang menyerupai manusia. Padahal dalam Al-Qur’an
digambarkan bahwa Tuhan menciptakan manusia yang diberi nama Adam kemudian anak
cucunya yang diberi nama (bani adam). Adam bersama Hawa tinggal di surga, Allah
menurunkannya ke dunia karena telah melanggar perintahNya.
Islamisasi dalam sejarah adalah kita
meyakini sejarah-sejarah sedangkan Allah yang menetapkan skenarioNya yakni yang
tertuang dalam kitab suci. Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan penciptaan langit
dan bumi, penciptaan waktu. Perlu ada waktu untuk menjadi makhluk bersejarah. Ketika
manusia satu kali diciptakan tidak ada yang menyaksikan kecuali Allah Swt.
Manusia tidak bisa menceritakan waktu kelahirannya. Adapun dia mengetahui kapan
dan dimana kelahirannya itu semata-mata karena orang tua mereka lah yang
menceritakannya. Kesadaran terbentuk pada suatu kebenaran. 
Membahas mengenai world view / cara
pandang kita terhadap sejarah Islam hadir ditengah-tengah masyarakat sebagai
contoh cerita wali songo, salah satunya sunan giri menulis babad arti kata sana
dalam Bahasa Arab artinya terpuji. Dalam Bahasa Sanskrit artinya berpengaruh.
Jadi wali songo awalnya dari kata wali sana orang yang berpengaruh. Pada tahun
1889 di Leiden melalui disertasinya ada yang meneliti handbook Sunan Bonang
isinya mengenai pelajaran fiqih, aqidah. Sunan Kalijaga menciptakan warisan
karya seni misalnya mocopat atau pupuh. Lagu yang digubah untuk pengajaran
(kakawin). The hand book Van Bonang menghasilkan karya hikayat yang mampu
mengubah cerita wayang awalnya isi ceritanya berunsur hindu diubah menjadi
berunsur Islam. Misalnya Semar Naik Haji. 
Dalam cerita Mahabrata tidak ada
tokoh punakawan. Tetapi oleh sunan Kalijaga ditambahkan menjadi adanya tokoh
punakawan yang statusnya bukan sebagai pemimpin atau prajurit tetapi hanya
sebatas pengikut yang meramaikan dalam cerita tersebut. Tokoh itu diantaranya;
semar, cepot, dewala, dan gareng. Gagasan sunan Kalijaga ini berhasil dan
diterima oleh masyarakat melalui pewayangan yang tadinya hindu menjadi Islam.
Sebagai contoh senjata Krisna yang paling sakti yaitu jimat layang Kalimusada
yang berarti senjata paling ampuh dirubah katanya menjadi kalimat syahadat.
Sedangkan Sunan Giri warisannya pesantren, dalam Bahasa Sanskrit awalnya dari
kata sastri dekat dengan kata santri, pasatrian menjadi pesantren. Dari Irak
Bagdad diadopsi dalam pesantrennya. Semua usaha menyebarkan agama Islam oleh
wali sanga saat itu menunjukkan kepada kita bahwa dakwah yang harus dijalankan
harus melihat kondisi masyarakat pada saat itu cenderungnya menyukai apa.
Ketika kita melihat dari sudut pandang benar, wali sanga itu bukan cerita aneh.
Tantangan dakwah saat ini ketika kita
melihat atau menghadapi sihir, maka untuk menangkalnya dengan melemahkan sihir
mereka. Karena sesungguhnya kekuatan manusia lebih besar dari kekuatan jin.
Selanjutnya yaitu globalisasi dimana arus informasi yang begitu mudah dari
dunia satu ke dunia lainnya. Arus perpindahan yang begitu cepat. Sehingga
kekuatan sekarang bukan kekuatan sihir lagi melainkan kekuatan menguasai media
social. Seberapa pengaruh kita bisa menguasai opini public, dan bisa
mengendalikan dakwah dalam media sosial. Supaya tidak ada pelecehan terhadap
media-media dakwah Islam. Tetapi dakwah Islam harus massif menjadi media
perantara arus informasi yang baik bisa diterima semua kalangan yang
membacanya. 
Wallahu ‘alam bishowab
 Wassalam 
